Aku sedang berjalan dengan cepat,
tepat 5 langkah dibelakang seseorang dengan tubuh yang lebih tinggi 10 cm dari
ku. Kakinya yang panjang membuatku sulit untuk menyamakan langkahnya. Aku
telusuri pandanganku untuk menatap bagian belakang tubuhnya. Bertahun-tahun
bersamanya membuatku lamban menyadari bahwa dia sudah menjadi seorang pria,
pikirku. Sangat nyaman ku pandang dia dari belakang. Melihat tubuh tegapnya
membuatku berkhayal jauh dan ingin berlari untuk memeluknya dari belakang. Aku
semakin menikmati pemandangan dihadapanku ini
diselingi hembusan angin sore yang dengan lembut mengusap sisi pipiku,
yang membuat pipiku semakin terasa panas sebab pikiran gila yang terus merasuk
dalam anganku tentangnya.
Uh tidak, aku terlalu dalam
tenggelam dalam khayalku. Aku tidak menyadari bahwa aku jauh tertinggal
dibelakangnya. Aku tergopoh-gopoh mempercepat langkahku. Setelah berhasil
mendekat dan hanya berjarak 1 langkah darinya, kakiku tertahan. Aku terpaku.
Entah hawa mengerikan yang mengelilingiku berasal darimana. Entah mengapa aku
tidak bisa melangkahkan kakiku lagi. Padahal tinggal selangkah aku akan berada
disampingnya.
Ada yang berbeda. Apa ini,
rasanya ada suasana yang berubah. Ku pandang langit masih cerah, sepoi angin
masih tertiup. Pohon-pohon masih dengan rindang membuat jalanku menjadi teduh.
Semua normal bahkan indah. Tapi kurasa ada yang berbeda. Ada yang asing
disekitarku.
Aku berlari secepat mungkin untuk
menghampiri kekasihku. Perasaan takut macam apa yang sedang bergelayutan di
dasar hatiku ini. Jika aku bercermin saat ini juga, kupastikan tidak ada
tanda-tanda darah mengalir pada permukaan wajahku. Aku pucat pasi. Aku masih
berlari. Kurasakan bulu disekitar leherku merinding, membuatku semakin
mempercepat kakiku untuk berlari.
Nafasku tersengal, aku hampir
sampai meraih tangan kekasihku. Aku benar-benar kelelahan. Aku tidak menyangka
bahwa aku membutuhkan tenaga yang banyak untuk mengejar kekasihku ini, pikirku
dia sangat dekat. Aku masih mengontrol nafasku. Aku berhasil berada sejajar
dengan kekasihku. Aku pelankan langkahku. Ku ambil sapu tangan dari dalam tas
slempangku. Aku mengelap habis keringat yang bercucuran, masih sambil berjalan
disampingnya.
Masih terasa ada yang asing
disekitarku, namun ku sedikit merasa tenang dan terjaga karna saat ini aku
menggenggam tangan kekasihku. Aku mengedarkan pandanganku ke segala penjuru
arah. Ku telusuri tiap pandangku untuk menyelidiki asal hawa dingin yang
kurasakan saat ini.
Tibatiba pandanganku terhenti saat memandang
wajahnya. Dia tersenyum padaku. Tapi senyumnya terasa begitu hambar dan
menyeramkan. Entah hatiku mendadak terasa seperti terhunus tombak tajam. Oksigen
yang kuhirup terasa berat dan membuatku sesak. Dia masih tersenyum padaku. Tapi
kenapa? Aku merasa ada yang lain dari dirinya.
Aku tersadar, ternyata yang
membuatku merasa ketakutan justru kekasihku, bukan keadaan disekitar sini. Dengan
reflek, tanganku melepaskan genggaman tangannya. Telapak tangannya benar-benar
terasa dingin. Seperti es batu.
Kenapa dia?
Tidak.
Ini bukan kekasihku.
Siapa dia?
Dimana kekasihku?
...
Kembali reflek.. kakiku seolah
mengambill alih akan diriku untuk berjalan menjauhinya. Tidak. Aku tidak kuasa
memberontak, aku tidak ingin bertambah jauh darinya. Tapi, kaki ini terus
membawa ku menjauh....
Terus menjauh.. menjauh... hingga
aku tidak bisa melihatnya lagi. Sedikitpun.
Tiba-tiba, kakiku mulai berhenti bergerak,
aku baru saja ingin memulai untuk melangkah kembali ke tempat kekasihku berada.
Tapi tiba-tiba ada suara berbisik namun dengan nada membentak,
“diam!!!!. Kamu hanya
perlu diam disini. Jika dia benar kekasihmu, dia akan mencarimu. Menghampirimu.
Jadi diam. Jangan bergerak sedikitpun” dengarku.
Kemudian aku terduduk. Entah kenapa
airmataku keluar dengan deras. Aku semakin kesusahan untuk menghirup oksigen. Sesak.
Perih. Aku tidak kuat. “Cepat temui aku, aku butuh kamu” gumamku sesenggukan.
Aku masih diam di tempat. Hari sudah
semakin gelap. Hatiku semakin terasa sakit. Apa yang harus aku lakukan. Pikiranku
sudah kacau. Benar-benar seperti orang hilang akal.
Aku...................
Tamat.