Di taman sebuah gedung sekolah...
seorang cowo berpostur tubuh keren dengan mata sipit yang memberi kesan wajah
orientalnya duduk di bangku yang sudah tersedia disana sambil menantikan
kehadiran seseorang.
Cowo itu menoleh dan melihat seorang
gadis bergigi gingsul yang membuat wajahnya terlihat manis dengan rambut
panjangnya yang terurai sehingga meambah aura kecantikan pada gadis ini.
“astaga kamuu! Aku kaget tau. Kalo aku
jantungan trus mati gimana??? Kamu seneng??” ujar si cowok.
Wajah ceria orang yang tadi
mengagetkan cowo itupun berubah muram. “Gomennasaaaai! Maaf ya maaf” gumamnya
sambil menundukkan kepala.
Cowo itu beranjak dari duduknya dan
berdiri menghadap orang itu. Ia menghembuskan nafas. “iyaa. Gapapa koook”
ucapnya lembut.
“maaf. Aku gak ngagetin lagi deeeeh.
Aku gabisa kalo harus kehilangan kamu” ujarnya lagi.
Cowo itu mengangkat dagu gadis
dihadapannya, membuat kedua pandangan
mereka bertemu. “jangan sediiih, semua akan berjalan dengan takdir yang
terbaik”
***
Semburat jingga menembus jendela kamar
sesosok cowok remaja yang sedang tertidur pulas. Silauan sang mentari pun
membangunkan tidurnya dari mimpi, ya.. hanya mimpi. Ia pun beranjak dari tempat
tidurnya dan menghampiri jendela yang menjadi sumber silauan perusak mimpinya
itu. “ck, jingga” decaknya menatap langit senja yang memancarkan warna jingga.
Lalu ia mengalihkan pandangannya pada sebuah gitar coklat di sudut kamarnya. Ia
raih gitar itu dan mengalunkan senandung lagu .. . .
Jreeeng...
“di
dalam hati ini hanya satu nama.. Yang ada di tulus hati ku ingini.. Kesetiaan
yang indah takkan tertandingi.. Hanyalah dirimu satu peri cintaku”
“ALVIN..... bukain pintuu. Mama
udah bawain kamu kemeja untuk ke gereja besok nih” teriakan seseorang
membuatnya terpaksa menghentikan permainan gitarnya dan Alvin pun berjalan
gontai menuju pintu kamarnya.
***
Sesosok gadis yang masih tebaring
di kasur berkali-kali mengerjapkan matanya yang terkena silauan sinar mentari
senja. ia melirik jam dinding yang tergantung ditembok kamarnya. “jam setengah
6” gumam gadis itu. Ia mengubah posisinya menjadi duduk sila dan lagi-lagi ia
mengucek matanya sambil mengumpulkan nyawanya yang baru saja terlelap dari
tidur siangnya.
“jinggaaaa!” teriaknya dan
bangkit menuju jendela kamarnya.
Gadis ini sangat menyukai warna
jingga, semua benda, cat dinding kamarnya, dan apapun yang melekat di dirinya
pasti berwarna jingga.
Ia tersenyum melihat semburat
jingga di langit.”mimpi yang indah” gumamnya dan lagi-lagi tersenyum. “ahhh..
kenapa harus bangun sih disaat lagi romantis gitu” ocehnya sambil memegang
dagunya. “ish, tadi itu alvin romantis bgt dimimpiiii... huh, beda sama
kenyataannya. Cuek abis” ocehnya lagi.
Tok..tok “billaah..udah bangun
belum kamu nak?” ujar seseorang dari balik pintu kamar.
“udah kok maaah” sahut si gadis
yang ternyata bernama Nabilah itu.
“ohyaudah jangan lupa mandi. Kamu
kalo ga diingetin mandi kan gak bakal mandi” pesan si mama.
“hehe.. iya mah iya” jawab
nabilah dan beranjak ke kamar mandi.
***
“Mimpi... kadang terasa lebih indah hidup di mimpi. Banyak hal yang gak
tercapai di dunia ada di mimpi. Banyak
hal yang lebih indah ada di mimpi. Banyak hal yang kita mau ada di mimpi.. tapi
itu semua Cuma mimpi, sebenarnya kita bisa mewujudkan mimpi itu jika ada usaha.
Namun, ada juga yang mimpi hanya sebatas mimpi, karna takdir tidak mengijinkan
menjadi kenyataan.
Seperti.....”
#sibuya JunioriHighSchool
Nabilah melangkahkan kakinya di
koridor sekolah. Ia harus melewati
beberapa kelas dulu untuk mencapai kelasnya. Sesampainya didepan sebuah ruang
kelas, nabilah menengok ke dalam kelas itu, mencari seseorang yang mungkin
menjadi tujuannya datang ke sekolah.
“kok alvin ga ada ya..” gumam
nabilah. Ia pun membalikan badannya dan “ehhh”
Cowok bermata sipit berdiri
sangat dekat dengan nabilah. Sebenarnya dia ga ada maksud apa-apa, ia hanya
ingin masuk ke kelasnya yang dihalangi nabilah yang tiba-tiba saja membalikkan
badannya. jadilah Kedua pandangan mata mereka bertemu, keduanya merasakan degup
jantung yang tidak terkontrol.
“Alvin tampan banget ya Allah”
ujar Nabilah dalam hati. Ia memandang cowok dihadapannya tanpa berkedip sedikit
pun.
Nabilah mengerjapkan matanya dan
tersadar dari keterpesonaannya. Ia lantas meninggalkan tempat itu dengan
memamerkan senyuman termanisnya ke Alvin terlebih dahulu, ia pun menuju
kelasnya dengan senyum senang.
“manis” batin Alvin sambil masih menatap nabilah yang
menjauh.
“eh bray. Ngeliatin cewe sampe kayak gitu. Naksir lu ya??”
ujar teman sekelas Alvin yang sedari tadi memperhatikan Alvin.
“ngaco lu. Kagak lah. Masa gue suka sama orang kayak dia”
sahut Alvin
“halaah. Kasian tau dia, hampir satu sekolah tau kali kalo
dia suka sama lu udah tiga taun. Tapi lu nya malah cuek bebek kayak gini” oceh
temannya.
“siapa suruh dia suka sama gue?” ujar Alvin berlaga cuek dan
meninggalkan temannya masuk ke dalam kelas.
“taudeh, lu kan maho. Kaga suka cewe” teriak temannya
jengkel.
“tuh kamu tau Rio sayaaaaang” teriak Alvin dengan nada menjijikan
bagi siapa saja yang mendengarnya.
“Hiiiiih” gidik temannya yang ternyata bernama Rio
***
Nabilah memasuki ruang kelasnya dengan ceria. Jelas saja,
pagi-pagi sudah bertemu dengan moodbosternya. “pagiiiii semuaaaa. Ohayo
gozaimasu !!! harus semangat ya hari iniiii” teriak Nabilah dengan nada
riangnya.
“bilah. Berisik tau!”
“aduh bilah masih pagi ini”
“bilaaah. Kebiasaan nih, ganggu tidur gue aja”
Sahut teman-teman sekelas nabilah. Tapi Cuma satu sahutan
yang membuat nabilah kembali tersenyum “pasti abis ketemu Alvin nih bocah”
“hehe tau aja sih shillaaaa” ujar Nabilah sambil mencubit
pipi teman sebangkunya dengan gemas.
“aww.. bilah bilahh..
masih aja lu suka sama dia. Orang paling cuek gak punya perasaan kayak gitu lu
sukain” komentar Shilla
“yaaaa. Gue juga
gatau kenapa bisa suka sama dia shill” gumam Nabilah
“tapi dia udah bener-bener ga peduliin elu gitu. Dia tuh....
ish sebel gue kalo inget dia”
“dia tuh gak jahaaaaat” ujar Nabilah
“bilah, lu gak inget pas setiap lu senyum sama dia apa pernah
dia senyumin lu balik??”
“engga”
“pas lu ajak ngomong, apa pernah lu disautin?”
“eng.... yang ada dia ninggalin gue”
“lu tiap hari ngomongin dia, muji muji dia, sampe satu
sekolah pada tau lu suka sama dia, apa lu ditanggepin?? Harga diri lu sebagai cewek
dimana sih”
“cukup shiil. Semua pertanyaan lu pasti bakal gue jawab
engga!!! Termasuk kalo lu nanya apa gue ngaak malu suka sama orang yang
jelas-jelas gak pernah nganggep gue ada! Gue bakal jawab engga. Puas
lo???” emosi Nabilah
“maaf bil, gue gak bermaksud...”
“yaudah biarin aja. Ini urusan gue sama dia. Gue yakin
sebenernya dia ga kayak yang lu pikirin kok” optimis nabilah.
“sory banget ya bil, gue Cuma gak pengen lu sakit hati”
respon Shilla sambil merangkul sahabatnya itu.
Sejak pertama ia masuk sekolah ini, hanya Alvin lah yang
membuatnya jatuh cinta. Mulanya nabilah hanya penasaran dengan pribadi seorang
Alvin, tapi karna ia terlalu sering memperhatikan Alvin pantaslah kalo dia
menjadi suka. Walaupun Alvin sangat
tampan, tapi Karna sifat dinginnya, sepertinya hanya Nabilah yang dengan
bodohnya bisa jatuh cinta padanya. Cewek-cewek lain mana ada yang tertarik
dengan Alvin, ngajak bebicara saja bisa jadi hal yang sangat dihindari.
Alvin yang sedari tadi dibalik pintu kelas Nabilah dapat dengan
jelas mendengar teriakan Nabilah saat berdebat dengan Shilla. Dia sudah sangat
mengerti betapa besarnya perasaan Nabilah kepadanya, namun ia tetap pada
prinsipnya ‘semakin Nabilah mencintainya, semakin ia harus berusaha mematikan
cinta Nabilah’ karna sangat tidak mungkin membiarkan Nabilah terlarut akan
perasaannya walau sebenarnya ia sendiri memiliki perasaan yang sama dengan
Nabilah. Ada satu hal yang seolah menjadi dinding tinggi yang membentengi
perasaan mereka.
Alvin kembali melangkahkan kakinya yang tadi sempat tertunda
karna mendengar celoteh Nabilah, kini ia memasuki kelas Nabilah yang membuat
seluruh mata penghuni kelas tertuju padanya, termasuk Nabilah. Nabilah menahan
nafas dalam-dalam melihat Alvin menghampiri dirinya. Degup jantungnya benar-benar
terasa berantakan. Semakin dekat dan dekat..
“nih” ucap Alvin sambil menaruh setumpuk kertas di tangan
Nabilah tanpa ekspresi wajah sedikitpun dan langsung beranjak meninggalkan
kelas Nabilah.
Nabilah masih terbengong tak percaya dengan apa yang dilakukan
Alvin.
“bil... napas bil” ucap Shilla sambil menepuk pelan bahu
Nabilah.
“shill tadiiiiii itu Alvin??” tanya Nabilah tak percaya.
“CIYE BILAH CIYEEE” riuh teman sekelas Nabilah yang juga
menganggap kejadian tadi adalah sebuah hal langka untuk Nabilah
“ihhh apasi pada” gumam Nabilah malu. Ia merasa hari ni
sangat membahagiakan. Meski hanya ucapan satu kata yang terlontar dari mulut
Alvin. Maklumlah, selama tiga tahun Nabilah dicuekin abis-abisan baru kali ini
ia mendengar perkataan Alvin yang ditujukan kepadanya. Miris sekali.
***
“Hari terus berlalu. Berlalu mendekati kata akhir. Dan
sampai sejauh ini Semua masih sama, ada yang memupuk dan ada yang
menghancurkan. ada yang bertahan dan ada yang menjauh. Semua masih sama, dan
yang membuat segalanya masih sama adalah perbedaan. Perbedaan membuat keadaan
terus berjalan sama. Aneh.. tapi beginilah kenyataannya. entah apa yang akan
terjadi selanjutnya, apa mimpi itu akan tercapai??”
***
Jam istirahat kali ini, Shilla mencoba bertemu dengan Rio,
satu-satunya orang terdekat dengan Alvin.
“Shill” sapa Rio
“nah dateng juga lu. Gak sama Alvin kan lu?” selidik Shilla
“enggak kok. Emang ada apa sih?” penasaran Rio.
“jadi gini yo, lu tau Nabilah kan?” tanya Shilla
“taulah. Yang demen banget sama Alvin itu kan?”
“yaaa. Lu kasian gak sih sama Nabilah? Masa lu tega
ngebiarin pertahanannya yang udah tiga taun sia-sia? Tiga taun gak lama loh yo”
“iya taau. Tapi gimana? Alvin tuh gak pernah mau cerita
masalah cewe. Dia bakal langsung bete kalo gue singgung tentang cewe, apalagi
kalo tentang nabilah. gue sedikit ngerasa kalo dia itu homo deh”
“heeh, bukan waktunya buat mikir aneh-aneh deh! Sekarang
pikirin gimana biar mereka bisa deket”
“hehe. Gimana yaaaah” ujar Rio berfikir keras.
“aha. Lu punya nomer
Alvin?”
“punyalah. Oooh gue tau” ucap Rio seolah mengerti.
***
“aku tidak mengejarnya. Aku tidak ingin memilikinya. Sangat
tidak menginginkannya. Aku hanya ingin menyentuh hidupnya, walau itu hanya
sebentar. Karna aku takut, jika akhirnya hanya berbuah kehilangan. Aku takut...”
***
Nabilah semakin merasa harinya lebih berwarna semenjak
sering berkirim sms dengan Alvin. Dia makin optimis bahwa Alvin tidak
benar-benar acuh akan perasaannya.
“ tiap malem loh Shill!! Ih gue seneng bangeeet” ucap
Nabilah pada Shilla.
“iya Biill, iyaaa” sahut Shilla yang hanya bisa ikut bahagia
karna sahabatnya ini.
“gue gamau ngapus sms dia ah” gumam Nabilah sambil kembali
memandang inbox di handphone nya.
“coba gue liat smsnya!” ujar Shilla dan langsung merebut hp
Nabilah. “yaampun nih orang hatinya dari apasih. Gak di sms ataupun kenyataan
emang dasar cuek” komentar Shilla sehabis melihat semua pesan dari Alvin
“ihh shilla mah. Dia gak cuek. Buktinya dia mau ngeladenin
sms gue. Wleek” protes Nabilah dan merebut kembali hp nya
“tapi itu liat deh, dia bales sms lu paling banyak Cuma 6
kata”
“biarin aja. Mungkin dia gengsi kali. Gue juga lebih suka
sama cowok yang cuek kayak gini kali Shill, daripada yang kerjaannya gombaal
mulu. Ngebetein”ujar Nabilah
“yayaya whatever. Yang penting lu seneng yah” ucap Shilla.
“iyaa. Gue seneng banget Shill. Makasih ya Shilla lu emang
sahabat terbaik yang pernah gue milikin” ujar Nabilah dan langsung memeluk
Shilla.
Ini dia Shilla, orang paling dekat dengan Nabilah. Shilla
udah bagaikan diary berjalan unuk Nabilah.
Lagi-lagi dari jauh seorang Alvin diam-diam memperhatikan
Nabilah. ia dapat melihat dengan jelas, betapa bahagianya Nabilah. saat ini ia
sedang mengabulkan permintaan Nabilah, membiarkan Nabilah menyentuh hidupnya
sebentar saja. Alvin cukup merasa bangga pada dirinya bisa membuat Nabilah
seceria itu. Setidaknya ada hal yang bisa ia lakukan pada orang yang ia
sayangi.
“hayoo.. ketauan lagi ngeliatin Nabilah” ledek Rio yang
sudah sedari tadi disamping Alvin.
“cih, sota banget lu. Udah gak waras kali kalo gue ngeliatin
dia” ucap Alvin mencoba mnutupi perasaannya.
“halaah gak mau ngaku, sering smsan aja luu” ujar Rio sambil
menonjok pelan lengan Alvin
Alvin menyunggingkan senyum tipis dan beranjak dari tempat
itu. Rio hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya ini. Gengsinya
kegedean.
“yeeh malah kabur. Tungguin vin” teriak Rio.
“cepetlah gan” teriak Alvin sambil menghentikan langkahnya.
***
“hari terasa lebih berwarna. Semangat semakin berkobar.
Sepertinya sejauh ini sudah mulai ada perkembangan. Tunggu dulu, perkembangan
atau justru sebuah awal dari kehancuran??”
***
Libur akhir semester+libur natal + libur tahun baru =
MEMBOSANKAN
“aaaahhh beteeee”
Sedari tadi Nabilah hanya mencoret-coret tidak jelas buku
tulisnya. Seharusnya liburan menjadi hal yang paling membahagiakan, tapi bagi
Nabilah ini tuh sangat menyiksa. Karna liburan kali ini ia tidak pergi keluar
kota.
“enaknya ngapain yaa.. Shilla mudik segala sih” oceh Nabilah
da menghempaskan tubuhnya ke kasur jingganya.
Drrrrt..drrrrtt
Nabilah merasakan hpnya bergetar. Langsung saja ia raih
ponselnya itu. Saat ia melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya,
Nabilah langsung loncat-loncat tdak jelas....
Aaaaaa
#dilain tempat
“libur masih lama bgt sih” gumam Alvin melihat kalender di
hapenya. “kok Nabilah udah dua hari gak sms gue yaa” heran Alvin masih
memandangi ponselnya.
“bodo amat deh” ucap Alvin melempar hpnya di sembarang
kasurnya. Ia lebih memilih menyandungkan lagu dengan gitar kesayangannya.
Jreeng..
“benteng begitu tinggi
sulit utuk ku gapai.... Aku untuk kamu.. Kamu untuk aku.. Namun semua apa
mungkin iman kita yang berbeda..Tuhan memang satu..Kita yang tak sama.. Haruskah
aku lantas pergi, meski cinta takkan bisa pergi...” Alvin megakhiri
senandung lagunya.
“ahhh.. kok gue jadi galau sih” oceh Alvin dan menyingkirkan
gitarnya. Semua hal yang sudah ia kerjakan terasa sangat membosankan di liburan
kali ini. ia pun merebahkan tubuhnya di kasur. Alvin merasa ada benda yang
mengganjal dipunggungnya.
“apaan sih nih” gumam Alvin sambil meraih benda yang
mengganjal itu.
“haahhh.. hape laknat” ujar Alvin setelah mendapatkan benda
tersebut. Alvin yang tadinya ingin melempar ponselnya, ia urungkan niatnya.
entah ada perintah dari mana tiba-tiba saja jarinya mencari nama Nabilah di
kontak hpnya. Saat ia dapati Nomer Nabilah, tanpa ragu ia tekan tombol calling.
Cukup lama Alvin meunggu telponnya diangkat dan...
“haa..loo” suara disebrang terasa gugup. Alvin hanya diam
saja mendengar sahutan orang yang ia telpon.
“vin? Kenapa? Kangen ya sama bilah?” cerocos Nabilah
“hah???” sadar Alvin
Tuuuuutt.. tuuuuuttt. Alvin langsung memutuskan sambungan
teponnya.
“aduuuhh gue ngapain nelpon Nabilah. udah bener-bener gila
gue” oceh Alvin sembari mengacak-acak rambutnya. Dan memilih untuk tidur saja
#kamar Nabilah
“loooooh? Kok dimatiin” heran Nabilah, namun didetik
kemudian Nabilah mengambil bantal dan menutupi wajahnya lalu ia teriak
sekencang mungkin.
“haaahh..” Nabilah menghembuskan nafasnya. “pasti Alvin
kangen” gumam Nabilah dengan pedenya.
***
“kamu tau?? Sekarang aku sangat menyesal karna hanya meminta
sedikit waktu.. bisakah semua ini untuk selamanya??....”
***
Hari terus berlalu menyisahkan dua hati yang tertinggal
didalamnya. Berpacu maju menuju takdir.
Sebelumnya, Hari-hari Nabilah tidak pernah sebahagia ini, ia
selalu berangkat sekolah lebih pagi, selalu menebar senyum pada siapa saja,
selalu optimis dalam segala hal, dan satu yang menjadi prinsipnya “percaya akan
harapan”.
Hari ini Nabilah sangat bersemangat, ia berniat memberi
sesuatu pada Alvin. Nabilah kini telah berada di depan kelas Alvin. Lima menit
lagi bel masuk akan berbunyi. Tapi tidak ada tanda-tanda Alvin akan datang.
Tidak lama handphone nabilah berdering, satu buah pesan diterimanya.
“Bil.. Ayahnya Alvin meninggal. Dia gak mungkin masuk hari
ini”
Nabilah mendekap mulutnya tak percaya, saat ini pikirannya
hanya tertuju pada Alvin. Pasti Alvin sangat hancur, setau Nabilah Alvinlah
yang paling dekat dengan ayahnya. Dan sekarang???
Nabilah langsung mencoba menghubungi Alvin, tapi percuma, telponnya
tidak dijawab. Ini semua membuat Nabilah semakin kawatir. Ia sangat bingung
harus bagaimana.
“bilaah...” panggil Shilla yang melihat Nabilah seperti
orang linglung.
“Shill.. Alvin gimana nihh.. gue harus apa?? Aduhh” panik Nabilah
“udah lu tenang dulu bil” ujar Shilla mencoba menenangkan.
“iisssh.. apa gue kerumahnya aja ya?? Apa gimana nih shill??
Gue bingung”
“bilaaah. Lu diem dulu deh. Tenang. Gausah panikan” ucap
Shilla sambil memegang bahu Nabilah. “nah, kita kerumah Alvinnya pas pulang sekolah
aja yaa. Kalo sekarang gak mungkin, kita kan ada ulangan”.
“oh iyaa. Haduh Alvin. Gue harap lo bisa tabah deh” gumam
Nabilah.
“pasti lah. Ayo kita ke kelas” ajak Shilla.
***
Kehilangan. Satu hal yang pasti diiringi rasa sedih. Kita
tidak bisa menghindar dari satu hal itu. Bahkan sekalipun ada penggantinya, itu
tidak akan sama persis dengan apa yang telah hilang. Bagi mereka yang merasa
kehilangan, pada akhirnya hanya dapat merelakan...
***
Semenjak hari ayahnya meninggal, kini Alvin menjadi kembali
dingin. Tidak perduli dengan apapun. Tidak lagi percaya dengan kasih sayang,
diapun kini merasa muak dengan hidup.
Alvin mengacuhkan ponselnya yang mungkin sudah terdapat
puluhan pesan yang masuk dari orang yang sama. Sudah seminggu semenjak
kepergian ayahnya, dan semenjak saat itu juga Alvin tidak pernah menyentuh
ponselnya lagi.
Alvin masih menatap gitar dipangkuannya , gitar itu
benar-benar membuatnya teringat pada ayahnya karna gitar itu adalah pemberian
ayahnya dulu saat ia ulangtahun. Bosan. Itu yang ia rasakan, dan hanya gitarlah
satu-satunya yang bisa menghilangkan kebosanannya. Ia petik pelan senar
gitarnya.
“hm..hm.. namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda..”
Alvin langsung menghentikan senandungnya.
“apa-apaan nih, kenapa lagu begitu mulu yang gue nyanyiin.”
Gumam Alvin. “arrgh. Labill labil labill la .. bill.. la. Bill la.. loh?” oceh
Alvin yang semakin ngelantur.
“gue kenapa sih?! Bilah? Aduuuh.. jadi kepikiran dia gini”
Alvin menyingkirkan gitarnya dan mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang
tergeletak tak berdaya. Dia buka semua pesan. Dan benar saja, semuanya dari
Nabilah. Alvin sedikit tersenyum dengan semua pesan dari Nabilah. dan ada
beberapa pesan yang membuat matanya melebar
‘pin, bales napaah. Oke yaa. Kalo lu ga bales berarti lu
jadi pacar gue. Titik’
‘nah, gak dibales kan. Sekarang tanggal berapa? 27? Oh bagus.
Kita sah pacaran nihya.’
“LAAAAAAH?” teriak Alvin. sedetik kemudian Alvin terdiam. Ia
kembali teringat akan tekadnya dulu, bahwa ia harus menjauhi Nabilah, karna
semua ini gak mungkin bisa dibiarkan. Dia terlalu takut membuat Nabilah sedih.
“bilah maafin gue. Kita gak mungkin bisa ngebiarin ini
semua. Iman kita gak sama. Gue takut kalo akhirnya gue harus ngerasa kehilangan
lagi.....” lirih Alvin
***
“terimakasih kamu memberikan aku kebahagiaan walau hanya
sebentar. Terimakasih.. aku sangat bahagia, sampai-sampai terasa sangat sakit
saat kau menghancurkan semuanya. Sebenarnya apa mau mu??”
***
Nabilah sudah sangat kesal dengan sikap Alvin akhir-akhir
ini. Alvin selalu membanding-bandingkan agamanya. Nabilah benar-benar tidak
mengerti maksud Alvin. semenjak ayahnya Alvin meninggal, Nabilah merasa Alvin
semakin kacau.
Sampai pada suatu saat Nabilah berbicara pada Alvin
“Vin, gue udah capek ngadepin orang kayak lu.. tiga taun gue
udah terlalu sabar. Haha gue emang bego. Ngarepin orang gak punya hati kayak
lu”
“kasian baru sadar. dasar bodoh” ujar Alvin dingin
“ohgitu... oke cukup. Gue mau ngelupain lo. Pergi sana!”
emosi Nabilah
“yaa. Kalo gitu kita putus” ucap Alvin dan langsung pergi
meninggalkan Nabilah yang tercengang dengan kata terakhir Alvin.
“pu...tus?! putus?? Apa? Putus?? Jadi selama ini Alvin
mengaggap gue pacarnya??” heran nabilah. “A....” baru saja Nabilah ingin teriak
senang, namun alam seolah memberinya isyarat untuk menyadari bahwa seharusnya
ia sedih. Ini semua berarti antara Alvin
dan Nabilah akan benar-benar tidak ada hubungan lagi.
***
“ketika harapan tak lagi ada.. bolehkah mengharapkan
keajaiban?.. ..”
***
Setelah peristiwa pemutusan Alvin, Nabilah benar-benar tidak
lagi saling kontak dengan Alvin. Alvin kembali seperti dulu. Alvin yang tak
lagi menganggap ada kehadiran Nabilah. bagi Alvin, Nabilah sebuah bayangan
bernyawa yang tak penting adanya. Hingga tiba hari-hari terakhir mereka
menginjakkan kaki di SMPnya. Yaaa, kini mereka telah dinyatakan lulus dari masa
SMP nya. Dan tepat hari ini adalah hari pelepasan di sekolah yang telah banyak
mengukir cerita yang tak pernah terduga sebelumnya...
“Bilaaaaahh..” teriak seseorang menyerukan nama seorang gadis
yang sedang sibuk memandang ke penjuru tempat.
“bilaah” panggilnya sekali lagi dan membuat orang yang
dipanggil tersadar.
“yaaa?”
“ah elu celingukan aja. Nyari Al..”
“ssst... gausah sebut namanya. Semua udah selesai Shill, ini
hari terakhir gue berada di sekolah ini dan terakhir kali gue bakal ngeliat
dia” lirih Nabilah
“ya. Dan lo gamau menutup kisah lo berdua dengan apa gitu?”
“apa?” bingung Nabilah.
“yok ikut gue” ajak Shilla dan langsung menuntun Nabilah.
“Shill lo mau ngajak gue kemana? Jangan bilang lo mau...”
“udah ikut aja....” Shilla semakin berjalan cepat menuju
seseorang.
“Shilll.. gamau Shill, lepasin gue deh” berontak Nabilah
saat menyadari Shilla membawanya pada seseorang yang ia kenali
“bawel. Daripada lo nyesel”
“berenti Shill” perintah Nabilah
“iya ini berenti” ujar Shilla menghentikan langkahnya dan
menepuk seseorang dan membuat orang itu membalikan badannya. “vin, ada
yang mau ketemu sama lu buat yang
terakhir kalinya” ujarnya lagi dan langsung beranjak meninggalkan Nabilah
Nabilah mematung saat mendapati Alvin memandanganya heran.
Dia benar-benar kangen dengan cowok sipit dihadapannya kini.
Sekian menit mereka saling diam akhirnya Alvin pun
mengulurkan tangannya untuk sekedar berjabatan. Nabilah sedikit ragu untuk
meraih tangan Alvin dan tiba-tiba saja Alvin sudah menarik tangannya. Tangan
mereka kini saling bergenggaman dan masih belum ada spatah kata pun yang keluar
dari mulut mereka. Entahlah apa maksud kelakuan dua orang ini. Mungkin mereka
membiarkan hati yang berbicara.
Genggaman tangan Alvin semakin erat, ini membuat jantung
Nabilah berdetak semakin kencang, entah kenapa ia ingin menangis saat itu juga,
ia merasa bahwa ini akan menjadi terakhir kalinya jantungnya berdebar hebat
karna Alvin.
“vin” sapa Nabilah akhirnya
“hmm” gumam Alvin masih dengan wajah yang tidak bisa
dietbak.
“jangan lupain gue ya” pinta Nabilah sambil menatap dalam ke
manik mata sipit Alvin
“tapi gue pengen lo lupain gue. Oiya, itu emang mau lo kan
ya??” ujar Alvin membalas tatapan Nabilah
“engga.. gue gamungkin bisa”
“harus bisa bodoh. Gampang kali ngelupain gue, anggap aja
gue udah mati” ucap Alvin tersenyum tipis.
Kata-kata Alvin barusan membuat
Nabilah merasa sesak.
“kenapa sih lu beginibanget. Apa gue punya salah sama lu?”
desak Nabilah
“yaa MUS-LIM-MAH ” ucap Alvin sambil memberi
penekanan pada kata Muslimah.
Nabilah melepas genggaman tangannya. Ia mendekap mulutnya
menahan isak. Sebegitunya Alvin mempermasalahkan dirinya sebagai seorang Islam.
“oh jadi karna gue beragama Islam? Gue ngerti sekarang,
makasih ya Alvin jonathan sindunata si orang kristen karna udah sempet jadi
yang berarti buat gue disekolah ini. Alvin udah ngajarin gue banyak hal kok,
bikin gue kuat ngadepin sikap cuek lo, pantang menyerah ngejar perhatian lo,
dan tegar atas perkataan lo yang sering bikin gue sakit hati. Gue emang bodoh.
Haha bodoh.. tapi gue pastiin kok, Alvin gak bakal menemukan orang kayak gue
lagi. Sekalilagi makasih ya vin buat
tiga tahunnya. Haha. Gue.. sayang.. sama.. Alvin.. haha” parau Nabilah
airmatanya sudah tidak dapat terbendung lagi , iapun langsung meninggalkan
Alvin yang masih terdiam dengan perkataan Nabilah.
“maaf Bil, gue juga sayang sama lo, tapi ini yang terbaik,
daripada lo terus memupuk perasaan lo. Keyakinan kita aja udah berbeda gimana
mau bersatu.. gue yakin lo bakal dapat yang lebih baik dari gue. Lo itu
sempurna” lirih Alvin dan juga
meninggalkan tempat itu.
***
“pada akhirnya kisah kita berakhir tanpa berhasil menggapai
mimpi yang indah. Sekarang kisah itu hanya akan dibiarkan menggantung jauh
disana. Membiarkannya usang dan berlalu termakan waktu. Kisah kita memang
terasa biasa saja dimata orang-orang. Karna mereka tidak merasakan yang kita
rasakan. Kisah yang seharusnya tak pernah ada.....”
***
Aku untuk kamu.. kamu
untuk aku. Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda.....
-ENDING-